TEORI KETIDAKPASTIAN DAN ANGKA PENTING
2.1 Defenisi Pengukuran
Ilmu fisika berhubungan dengan sesuatu yang dapat diukur. Apa yang dapat
diukur tergantung kepada perkembangan teknologi. Contohnya, radiasi
dari bahan rafioaktif tidak bias dihitung sebelum ditemukannya alat unuk
mengukur besarnya radiasi. Ruang lingkup fisika secara terus-menerus
meningkat dengan penemuan-penemuan baru yang memperluas daerah
pengukuran yang mungkin. Dalam fisika, pengukuran itu sendiri menjadi
objek utaman yang menarik. Hal ini di karenakan konsep-konsep tertentu,
seperti panjang, waktu, atau suhu, hanya bisa dipahami dengan
menggunakan metode untuk mengukurnya. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa
mengukur adalah membandingkan parameter pada obyek yang diukur terhadap
besaran yang telah distandarkan, sedangkan pengukuran merupakan suatu
usaha untuk mendapatkan informasi deskriptif-kuantitatif dari
variabel-variabel fisika dan kimia suatu zat atau benda yang diukur,
misalnya panjang 1m atau massa 1 kg dan sebagainya.
Adapun 2 macam jenis pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Langsung
Pengukuran Langsung Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan
untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran
langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi yang
berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh pengukuran
dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan keadaan
lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada kondisi yang
tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi pergantian
pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan. Contohnya
yaitu mengukur panjang dengan pita ukur dan mengukur sudut dengan
theodolit.
2. Pengukuran Tidak Langsung
Pengukuran tidak langsung Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran
yang dilakukan apabila nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan
langsung. Nilai hasil ukuran yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan
fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung. Contohnya
adalah mengukur tinggi berdasarkan hasil pengukuran sudut dan jarak.
2.2 Keandalan Pengukuran (Reliability of Measurement)
Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan pengukuran
adalah presisi (precision) dan akurasi (accuacy).
a. Presisi (Ketelitian)
Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu dengan
lainnya. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka
dikatakan mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil pengukuran
menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah. Presisi diindikasikan
dengan penyebaran distribusi probabilitas. Distribusi yang sempit
mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya. Ukuran presisi yang sering
digunakan adalah standar deviasi (s). Presisi tinggi nilai standar
deviasinya kecil dan sebaliknya. Presisi dalam sebuah pengukuran bisa
dikaitkan dengan 3 hal berikut ini:
1. Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses
pengukuran, yang meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti
si pengukur, kesetabilan tempat dimana dilakukan pengukuran. Contohnya,
pengukuran berat badan seorang bayi dengan timbangan bayi lebih presisi
dibandingkan dengan pengukuran berat badan bayi tersebut dengan
timbangan beras.
2. Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar
penyimpangan hasil ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara
berulang-ulang. Sebuah pengukuran yang dilakukan secara berulang
memberikan hasil 7,2 cm, 7,3 cm, 7,2 cm, dan 7,3 cm. pengukuran kedua
yang dilakukan oleh orang yang berbeda memberikan hasil 7,2 cm, 7,4 cm,
7,5 cm, dan 7,1 cm. dapat dikatakan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh
orang pertama lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran yang
dilakukan oleh orang kedua.
3. Presisi juga berhubungan dengan jumlah angka desimal
yang dicantumkan dalam hasil pengukuran. Makin banyak angka desimal
dalam suatu hasil pengukuran, makin presisi pengukuran tersebut. Sebagai
contoh, hasil ukur 3,45 cm lebih presisi dibandingkan dengan 3,5 cm.
Jadi, presisi berhubungan dengan metode pengukuran dan bagaimana hasil
ukur tersebut dituliskan.
b. Akurasi (Ketepatan)
Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya.
Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang
disebabkan oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak
ada bias kesalahan sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk
menyatakan akurasi. Contoh sederhana mengenai akurasi adalah sebagai
berikut. Massa jenis air disepakati bernilai 1000 kg/m3. Dua orang siswa
melakukan percobaan untuk mengukur massa jenis air. Setelah melakukan
beberapa kali pengulangan dalam percobaannya, siswa A memperoleh hasil
1002 kg/m3 sedangkan siswa B memperoleh hasil 1005 kg/m3. Dalam kasus
ini, kita katakana hasil pengukuran siswa A memiliki akurasi lebih
tinggi (lebih akurat) dibandingkan dengan hasil pengukuran siswa B.
Alat ukur yang mempunyai presisi tinggi belum tentu alat ukur tersebut
mempunyai akurasi tinggi. Akurasi rendah dari alat ukur yang mempunyai
presisi tinggi. Sebagai contoh, jika sebuah pengukuran dilakukan dengan
metode yang sangat teliti dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan
berulang-ulang akan menghasilkan pengukuran yang memiliki presisi
tinggi. Namun, jika teryata salah satu bagian dari alat ukur tersebut
cacat atau tidak berfungsi dengan sempurna, misalnya jarum penunjuk
skala bengkok, maka pengukuran tersebut menjadi tidak akurat.
2.3 Angka-Angka yang Berarti
Angka-angka yang berarti atau biasa kita kenal dengan angka penting.
Angka penting adalah bilangan yang diperoleh dari hasil pengukuran yang
terdiri dari angka-angka penting yang sudah pasti (terbaca pada alat
ukur) dan satu angka terakhir yang ditafsir atau diragukan.
Bila kita mengukur panjang suatu benda dengan mistar berskala mm
(mempunyai batas ketelitian 0,5 mm) dan melaporkan hasilnya dalam 4
angka penting, yaitu 114,5 mm. Jika panjang benda tersebut kita ukur
dengan jangka sorong (jangka sorong mempunyai batas ketelitian 0,1 mm)
maka hasilnya dilaporkan dalam 5 angka penting, misalnya 114,40 mm, dan
jika diukur dengan mikrometer sekrup (Mikrometer sekrup mempunyai batas
ketelitian 0,01 mm) maka hasilnya dilaporkan dalam 6 angka penting,
misalnya 113,390 mm. Ini menunjukkan bahwa banyak angka penting yang
dilaporkan sebagai hasil pengukuran mencerminkan ketelitian suatu
pengukuran. Makin banyak angka penting yang dapat dilaporkan, makin
teliti pengukuran tersebut. Tentu saja pengukuran panjang dengan
mikrometer sekrup lebih teliti dari jangka sorong dan mistar.
Pada hasil pengukuran mistar tadi dinyatakan dalam bilangan penting yang
mengandung 4 angka penting : 114,5 mm. Tiga angka pertama, yaitu: 1, 1,
dan 4 adalah angka eksak/pasti karena dapat dibaca pada skala,
sedangkan satu angka terakhir, yaitu 5 adalah angka taksiran karena
angka ini tidak bisa dibaca pada skala, tetapi hanya ditaksir. Dalam
penulisan yang menyangkut angka penting, terdapat beberapa aturan yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Semua angka bukan nol merupakan angka penting.
6,89 mL memiliki 3 angka penting
78,99 km memiliki 4 angka penting
2. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan
nol merupakan angka penting.
1208 m memiliki 4 angka penting
2,0067 mil memiliki 5 angka
3. Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari satu,
angka nol yang terletak disebelah kiri angka bukan nol, baik disebelah
kanan tanda koma (decimal), tidak termasuk angka penting.
0,51 cm memiliki 2 angka penting
0,0215 g memiliki 3 angka penting
4. Deretan angka nol yang terletak disebelah kanan
angka bukan nol adalah angka penting, kecuali ada penjelasan lain.
Penjelasan ini dapat berupa garis bawah pada angka terakhir yang masing
dianggap angka penting.
0,456000 s memiliki 6 angka penting
1300 m memiliki 3 angka penting
0,456000 s memiliki 4 angka penting
5. Untuk bilangan yang sangat besar atau sangat kecil
angka penting dapat dikenal dengan baik jika ditulis dengan notasi
ilmiah. Semua angka sebelum orde (Pada notasi ilmiah) termasuk angka
penting.
384.000.000 m = 3,84 x 108 m memiliki 3 angka penting
4,00 x 10-7 kg memiliki 3 angka penting
Dalam mengolah data, kita sering membagi, mengalikan, menjumlah atau
mengurangkan. Untuk itu gunakan aturan-aturan sebagai berikut:
a. Hasil penjumlahan atau pengurangan dengan angka
penting hanya boleh ada satu angka taksiran (angka yang diragukan).
Dalam contoh berikut, semua angka yang diragukan digarisbawahi untuk
memperjelas pemahaman aturan penjumlahan dan pengurangan angka penting
ini.
345,670 (6 angka penting)
24,5 (3 angka pentimg)
________ +
370,170 ( kita tulis hasilnya sebagai 370,2 yang memiliki 4 angka
penting)
76,83
71,4
________-
5,43 ( kita tulis hasilnya sebagai
5,4 yang memiliki 2 angka penting)
b. Hasil kali atau hasil bagi dari angka penting
memberikan hasil dengan jumlah angka penting sama dengan jumlah angka
paling sedikit dari bilangan-bilangan yang terlibat dalam perkalian atau
pembagian.
3,45 x 2,5 = 8,625 (kita tulis hasilnya sebagai 8,6 yang memiliki 2
angka penting).
67,89 x 568 = 38561,52 (kita tulis hasilnya sebagai 38561 yang memiliki
3 angka penting).
134,78 : 26 = 5,1838 (kita tuliskan hasilnya sebagai 5,2 yang memiliki 2
angka penting).
Tetapi, aturan perkalian atau pembagian ini akan berbeda jika melibatkan
bilangan eksak. Bila perkalian atau pembagian melibatkan bilangan
eksak, hasilnya harus memiliki angka penting sebanyak angka penting pada
bilangan penting yang terlibat.
Satu butir telur massanya 62,54 gram. Hitunglah massa dari 14 butir
telur!
Penyelesaian:
Angka 14 bukan angka penting, tetapi merupakan angka eksak (angka pasti
tanpa taksiran), maka tidak mengandung angka penting. Jadi, massa 14
butir telur = 14 x 62,54 = 875,56 gram. Ditulis 875,6 (terdiri dari 4
angka penting)
Untuk perkalian atau pembagian dua bilangan eksak, seluruh angka hasil
perhitungan dapat ditulis lengkap jika dianggap perlu.
Misalnya:
13 kelereng : 3 orang = 4,33333…….. kelereng/orang
Untuk operasi-operasi berhitung dengan angka penting yang lain, misalnya
penarikan akar dan pemangkatan, kita dapat melakukannya berdasarkan
aturan sebagai berikut:
a. Apabila suatu bilangan penting dipangkatkan atau
ditarik akarnya, hasilnya mempunyai angka penting sebanyak angka penting
bilangan yang dipangkatkan atau ditarik akarnya.
Misalnya:
(2,5 cm)3 = (2,5 cm) x (2,5 cm) x (2,5 cm)
= 15,625 cm3
= 16 cm3 (2 angka penting)
= 4,3 cm (2 angka
penting)
2.4 Sumber Ketidakpastian
Seperti yang diuraikan diatas, hasil pengukuran selalu mengandung
ketidakpastian. Apakah penyebab ketidakpastian pada hasil pengukuran?
Pertama, karena pengukuran adalah tindakan manusia dan seperti diketahui
bahwa manusia adalah tidak sempurna, sehingga hasil pengukurannya juga
tidak sempurna. Kedua, alat yang digunakan untuk pengukuran juga buatan
manusia sehingga tidak sempurna. Selain kedua factor ini, ada banyak
factor lain yang berpengaruh pada hasil pengukuran yang tidak dapat
diketahui semuanya. Akan tetapi, kita perlu mengetahui sumber-sumber
kesalahan dan berusaha menghilangkannya. Berikut ini macam-macam sumber
kesalahan sebagai berikut:
1. Kesalahan alami
Biasanya, suatu pengukuran dilakukan di lingkungan yang tidak dapat
dikontrol. Efek suhu, tekanan atmosfer, angin, gravitasi bumi pada alat
ukur akan menimbulkan kesalahan-kesalahan pada hasil pengukuran.
2. Kesalahan alat
Pengukuran, baik yang dilakukan dengan alat ukur yang sederhana maupun
alat ukur yang canggih, tetap saja memungkinkan terjadinya kesalahan,
misalnya karena ketidaksempurnaan pembuatan alat ukurnya di pabrik atau
kesalahan kalibrasi.
3. Kesalahan manusia
Karena manusia secara langsung terlibat dalam pengukuran, dan cukup
banyak unsur subjektif dalam diri manusia, maka kesalahan yang
diakibatkan oleh manusia sangat mungkin terjadi dalam pengukuran. System
otomatisasi dan digitalisasi telah mengurangi sumber kesalahan yang
berasal dari manusia ini. Contoh kesalahan yang ditimbulkan oleh manusia
adalah kesalahan paralaks.
4. Kesalahan hitung
Kesalahan hitung meliputi cukup banyak hal, misalnya tentang jumlah
angka penting yang berbeda-beda dari beberapa hasil pengukuran,
kesalahan pembulatan hasil pengukuran, dan penggunaan factor konversi
satuan.
Berikut ini adalah beberapa jenis ketidakpastian beserta sumbernya yang
biasa dijumpai.
a. Kesalahan-kesalahan Umum (gross-errors)
Kesalahan ini kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia. Diantaranya
adalah kesalahan pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan
pemakaian instrumen yang tidak sesuai dan kesalahan penaksiran.
Kesalahan ini tidak dapat dihindari, tetapi harus dicegah dan perlu
perbaikkan. Ini terjadi karena keteledoran atau kebiasaan - kebiasaan
yang buruk, seperti : pembacaan yang tidak teliti, pencatatan yang
berbeda dari pembacaannya, penyetelan instrumen yang tidak tepat.
Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya
kesalahan besar ini yaitu:
1) Cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur.
2) Melakukan pembacaan hasil ukuran secara berulang
untuk mengecek kekonsistenan.
3) Memverifikasi hasil yang dicatat dengan yang dibaca.
4) Mengulangi seluruh pengukuran secara mandiri untuk
mengecek kekonsistenan data.
5) Penggunakan rumus aljabar atau geometrik sederhana
untuk mengecek kebenaran hasil ukuran. Misalnya dalam pengukuran sudut
sebuah segitiga, jumlah ketiga sudutnya sama dengan 180°.
b. Kesalahan-kesalahan sistematis (systematic errors)
Ketidakpastian bersistem dapat disebut sebagai sumber kesalahan karena
bersumber pada kesalahan alat. Ketidakpastian ini meliputi hal-hal
berikut ini.
1) Kesalahan kalibrasi
Cara memberi skala nilai pada waktu pembuatan alat ukur yang tidak tepat
sehingga setiap kali alat tersebut digunakan, ketidakpastian selalu
muncul pada hasil pengukuran. Contoh kesalahan kalibrasi adalah skala
nilai pada alat ukur yang lebarnya tidak sama. Kesalahan ini dapat
diketahui dengan cara membandingkan alat tersebut dengan alat lain yang
standar. Alat standar. Alat standar, meskipun buatan manusia, dipandang
tidak mengandung kesalahan apapun.
2) Kesalahan titik nol
Titik nol skala alat ukur tidak berhimpit dengan titik nol jarum
penunjuk alat ukur. Misalnya, jarum penunjuk titik nol pada neraca
(timbangan) yang tidak berada pada posisi nol padahal tidak digunakan
untuk menimbang. Kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol
pengatur kedudukan jarum agar tepat pada posisi nol. Jika tidak, kita
harus mencatat kedudukan awal jarum penunjuk dan memperlakukan kedudukan
awal ini sebagai titik nol.
3) Kelelahan Komponen Alat
Kesalahan ini sering terjadi pada pegas. Pegas yang telah lama dipakai
biasanya lembek, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan ini
dapat diperbaiki dengan cara mengkalibrasi ulang.
4) Gesekan
Kesalahan ini timbul akibat gesekan pada bagian-bagian alat yang
bergerak.
5) Paralaks
Kesalahan baca yang terjadi karena kita tidak tepat mengarahkan
pandangan mata (mata tidak tegak lurus) terhadap objek yang diamati.
6) Keadaan Saat Bekerja
Penggunaan alat pada kondisi yang berbeda dengan keadaan alat pada saat
dikalibrasi (misalnya pada suhu, tekanan, dan kelembapan yang berbeda
juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan.
Ketidakpastian bersistem menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari
nilai yang sebenarnya. Biasanya, penyimpangan akibat kesalahan bersistem
ini mempunyai kecenderungan tertentu sehingga memudahkan tindakan untuk
mengatasinya.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dengan cara :
1) Memilih instrumen yang tepat untuk pemakaian
tertentu.
2) Menggunakan faktor-faktor koreksi setelah mengetahui
banyaknya kesalahan.
3) Mengkalibrasi instrumen tersebut terhadap instrumen
standar. Pada kesalahan-kesalahan yang disebabkan lingkungan, seperti :
efek perubahan temperatur, kelembaban, tahanan udara luar, medan-medan
maknetik, dan sebagainya dapat dihindari dengan membuat pengkondisian
udara (AC), penyegelan komponenkomponen instrumen tertentu dengan rapat,
pemakaian pelindung maknetik dan sebagainya.
c. Kesalahan acak yang tak disengaja (random errors)
Ketidakpastian ini bersumber pada keadaan atau gangguan yang sifatnya
acak, sehingga menghasilkan ketidakpastian yang bersifat acak pula.
Berbeda dengan ketidakpastian bersistem, ketidakpastian ini tidak
mempunyai kecenderungan tertentu sehingga sukar diatasi. Pada pengukuran
yang sudah direncanakan kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil.
Tetapi untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi akan
berpengaruh. Contoh misal suatu tegangan diukur dengan voltmeter dibaca
setiap jam, walaupun instrumen yang digunakan sudah dikalibrasi dan
kondisi lingkungan sudah diset sedemikian rupa, tetapi hasil pembacaan
akan terjadi perbedaan selama periode pengamatan. Penyebab
ketidakpastian acak ini antara lain sebagai berikut:
1) Gerak Brown Molekul Udara
Seperti diketahui, molekul udara selalu bergerak dan gerakannya bersifat
acak. Gerakan ini pada saat tertentu mengalami fluktuasi, artinya
gerakan molekul udara dalam arah tertentu menjadi sangat besar atau
sangat kecil. Hal ini menyebabkan jarum penunjukkan skala alat ukur yang
sangat halus, misalnya mikro galvanometer menjadi terganggu akibat
tumbukan antarmolekul udara.
2) Fluktuasi Tegangan Listrik
Tegangan PLN, baterai, atau aki selalu berfluktuasi, yaitu
selalu mengalami perubahan. Tentu saja, hal itu menggangu pembacaan
besaran listrik.
3) Landasan yang Bergetar
Alat yang sangat peka, misalnya seismograf, dapat terganggu
akibat adanya landasan yang bergetar. Hal itu akan mempengaruhi hasil
pengukuran.
4) Bising
Pada alat-alat elektronika sering terjadi bising akibat
fluktuasi tegangan pada komponen alat yang bersangkutan.
5) Radiasi Latar
Radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dapat menyebabkan gangguan pada
alat pencacah (counter) karena akan terhitung pada waktu kita mengukur
dengan pencacah elektronik.
Untuk mengatasi kesalahan ini dengan cara sebagai berikut:
1) menambah jumlah pembacaan alat percobaan yang
dilakukan.
2) menggunakan cara-cara statistik untuk mendapatkan
hasil yang akurat.
3) Alat ukur listrik sebelum digunakan untuk mengukur perlu
diperhatikan penempatannya/ peletakannya. Ini penting karena posisi pada
bagian yang bergerak yang menunjukkan besarannya akan dipengaruhi oleh
titik berat bagian yang bergerak dari suatu alat ukur tersebut.
d. Adanya Nilai Skala Terkecil Alat Ukur
Setiap alat ukur mempunyai skala terkecil dalam berbagai ukuran. Mistar
misalnya, ada yang mempunyai skala terkecil 1 mm. Demikian pula pada
jangka sorong yang dilengkapi dengan skala nonius sehingga memungkinkan
kita mampu membaca hingga 0,1 mm. Meskipun demikian, karena keterbatasan
penglihatan pembacaan skala terkecil ini juga merupakan sumber
kesalahan.
e. Keterbatasan Pengamat
Sumber ketidakpastian ini adalah keterbatasan pengamat sendiri. Misalnya
pengamat kurang terampil dalam menggunakan alat, utamanya alat-alat
canggih yang melibatkan banyak komponen yang harus diatur.
2.5 Analisis Statistik
Analisis statistik biasa digunakan dalam perhitungan dalam pengukuran
yang telah dilakukan. Tujuan dari analisis statistik ini adalah untuk
mendapatkan hasil yang akurat dalam hasil percobaan dan menjadi bahan
perbaikan pada kesalahan yang terjadi pada percobaan yang dilakukan
tersebut. Analisis statistik yang mungkin digunakan pada percobaan
adalah sebagai berikut:
1) Ketidakpastian pada pengukuran tunggal
Apabila pengukuran besaran fisika hnya dilakukan satu kali,
ketidakpastian pengukurannya ditaksir (diperkirakan) berdasarkan skala
terkecil alat ukur yang digunakan, yaitu ½ kali nilai skala terkecil
alat ukur . jadi, ketidakpastian ?x dari besaran x adalah
Hasil pengukuran besaran x biasanya dituliskan sebagai berikut.
Dengan:
x = besaran yang diukur,
x0 = nilai besaran yang diperoleh pada pengukuran tunggal,
?x = ketidakpastian pada pengukuran tunggal.
Ketidakpastian ?x disebut ketidakpastian mutlak yang
biasanya berkaitan dengan ketepatan pengukuran. Makin kecil ?x, makin
tepat pengukuran tersebut. Disamping ketidakpastian mutlak, dikenal pula
ketidakpastian relatif, yaitu ?x/x yang biasanya dinyatakan dengan
prosentase. Ketidakpastian yang terakhir ini berkaitan dengan ketelitian
pengukuran. Makin kecil ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian
pengukurannya.
Sebagai contoh sebuah batang tembaga diukur panjangnya dengan mistar
berskala mm. pengukuran dilakukan satu kali dan menghasilkan nilai 76,65
cm. mistar berskala mm mempunyai skala terkecil 1 mm sehingga menjadi
sebagai berikut:
Jadi, penulisan panjang batang tembaga adalah
Dengan memperhatikan bahwa dalam penulisan ini l0 dan ?l keduanya
mempunyai jumlah angka yang sama di belakang koma. Hasil ini menunjukkan
bahwa pengukuran panjang batang tembaga terletak antara (76,65 – 0,05)
cm dan (76,65 + 0,05) cm atau 76,60–76,70 cm.
2) Ketidakpastian pada pengukuran berulang
Apabila keadaan memungkinkan, besaran yang diukur beberapa kali akan
diperoleh informasi yang lebih baik tentang nilai yang sebenarnya. Untuk
pengukuran yang dilakukan lebih dari satu kali, dengan melakukan
pengukuran n kali, sehingga misalnya kita mendapatkan hasil sebagai
berikut:
X1, X2, X3 , ….., Xn
Agar mendapatkan nilai terbaik (benar) dari pengukuran tersebut
dilakukan dengan merata-ratakan hasil pengukuran, dengan persamaan:
Karena bukanlah x0, maka suatu penyimpangan atau ketidakpastian.
Ketidakpastian pada nilai rata-rata sample ini adalah deviasi standar
nilai rata-rata sample:
Ketelitian menggambarkan mutu pengukuran, biasa disebut kesalahan
relatif yang di nilai dengan prosentase.
Semakin kecil ketidakpastian relative semakin besar ketelitian yang
telah dicapai dalam pengukuran tersebut.
www.madajaya16.com